PAGES

Rabu, 06 Juli 2011

Kenapa sih cuma Kartini yang punya hari?

(Judulnya terdengar agak sinis yaa, Bu? Bukannya aku tidak mencintaimu Ibu, tapi aku tidak mau dianggap pilih kasih sama Ibu-ibu pahlawan yang lain. ehehe.)
Masih dalam rangka memperingati hari Kartini 21 April lalu, saya mau berbagi sdikit cerita singkat tentang Pahlawan-pahlawan Wanita Indonesia selain Ibu Kita yang harum namanya itu.
Selamat membaca..

Tribhuwana Wijayatunggadewi (1328-1351)
   
Tribhuwana Wijayatunggadewi adalah Ibu dari Hayam Wuruk, pemimpin dari seorang panglima seperti Patih Gajah Mada, dan ia adalah Ratu kerajaan Majapahit. Masa pemerintahan Tribhuwana terkenal sebagai masa perluasan wilayah Majapahit ke segala arah sebagai pelaksanaan Sumpah Palapa. Tahun 1343 Majapahit mengalahkan raja Kerajaan Pejeng (Bali), Dalem Bedahulu, dan kemudian seluruh Bali. 

Sultanah Seri Ratu Tajul Alam Safiatuddin Johan Berdaulat (1644-1675) 
dikenal sebagai sosok yang sangat pintar dan aktif mengembangkan ilmu pengetahuan. Selain bahasa Aceh dan Melayu, dia menguasai bahasa Arab, Persia, Spanyol dan Urdu. Di masa pemerintahannya, ilmu dan kesusastraan berkembang pesat. Ketika itulah lahir karya-karya besar dari Nuruddin ar-Raniry, Hamzah Fansuri, dan Abdur Rauf. Ia juga berhasil menampik usaha-usaha Belanda untuk menempatkan diri di daerah Aceh. VOC pun tidak berhasil memperoleh monopoli atas perdagangan timah dan komoditi lainnya. Ia dikenal sangat memajukan pendidikan, baik untuk pria maupun untuk wanita. 


Martha Christina Tiahahu (1800-1818) 
 tercatat sebagai seorang pejuang kemerdekaan yang unik yaitu seorang puteri remaja yang langsung terjun dalam medan pertempuran melawan tentara kolonial Belanda dalam perang Pattimura tahun 1817. Di kalangan para pejuang dan masyarakat sampai di kalangan musuh, ia dikenal sebagai gadis pemberani dan konsekuen terhadap cita-cita perjuangannya. Sejak awal perjuangan, ia selalu ikut mengambil bagian dan pantang mundur. Siang dan malam ia selalu hadir dan ikut dalam pembuatan kubu-kubu pertahanan. Ia bukan saja mengangkat senjata, tetapi juga memberi semangat kepada kaum wanita di negeri-negeri agar ikut membantu kaum pria di setiap medan pertempuran sehingga Belanda kewalahan menghadapi kaum wanita yang ikut berjuang. 


Cut Nyak Dhien (1848-1908) 
 Ia berasal dari keluarga Bangsawan Aceh. Pernikahan keduanya dengan Teuku Umar, salah satu tokoh yang melawan Belanda pada masa itu. Awalnya ketika Teuku Umar melamar, Cut Nyak Dhien menolak, tetapi karena Teuku Umar memperbolehkannya ikut serta dalam medan perang, Cut Nyak Dhien setuju untuk menikah dengannya pada tahun 1880 yang menyebabkan meningkatnya moral pasukan perlawanan Aceh. Mereka dikaruniai anak yang diberi nama Cut Gambang. Setelah pernikahannya dengan Teuku Umar, ia bersama Teuku Umar bertempur bersama melawan Belanda. Namun, Teuku Umar gugur saat menyerang Meulaboh pada tanggal 11 Februari 1899, sehingga ia berjuang sendirian di pedalaman Meulaboh bersama pasukan kecilnya. Cut Nyak Dien saat itu sudah tua dan memiliki penyakit encok dan rabun, sehingga satu pasukannya yang bernama Pang Laot melaporkan keberadaannya karena iba. Ia akhirnya ditangkap dan dibawa ke Banda Aceh. Di sana ia dirawat dan penyakitnya mulai sembuh. Namun, ia menambah semangat perlawanan rakyat Aceh serta masih berhubungan dengan pejuang Aceh yang belum tertangkap, sehingga ia dipindah ke Sumedang. Tjoet Nyak Dhien meninggal pada tanggal 6 November 1908 dan dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang. 


Dewi Sartika (1884-1947) 
 berasal dari keluarga priyayi Sunda. Meski melanggar adat pada saat itu, orang tuanya bersikukuh menyekolahkan Dewi Sartika, ke sekolah Belanda pula. Sejak 1902, Dewi Sartika sudah merintis pendidikan bagi kaum perempuan. Di sebuah ruangan kecil, di belakang rumah ibunya di Bandung, Dewi Sartika mengajar di hadapan anggota keluarganya yang perempuan. Merenda, memasak, jahit-menjahit, membaca, menulis, dan sebagainya, menjadi materi pelajaran saat itu. Awalnya berdiri hanya beberapa Sakola Istri di wilayah pasundan, sampai pada akhirnya hampir seluruh wilayah Pasundan lengkap memiliki Sakola Kautamaan Istri di tiap kota kabupatennya pada tahun 1920, ditambah beberapa yang berdiri di kota kewedanaan. Semangat ini pun menyeberang ke Bukittinggi, di mana Sakola Kautamaan Istri didirikan oleh Encik Rama Saleh.

  Rohana Kudus (1884-1972)
 Kemudian pada masa yang sama, jika Kartini mampu menuliskan buah-buah pikiran kritisnya dalam sebuah surat kepada sahabat pena-nya, berbeda dengan Rohana Kudus yang sudah mampu melangkah lebih jauh. Ia adalah perdiri surat kabar perempuan pertama di Indonesia. Seorang perempuan yang mempunyai komitmen yang kuat pada pendidikan terutama untuk kaum perempuan. Pada zamannya Rohana termasuk salah satu dari segelintir perempuan yang percaya bahwa diskriminasi terhadap perempuan, termasuk kesempatan untuk mendapat pendidikan adalah tindakan semena-mena dan harus dilawan. Dengan kecerdasan, keberanian, pengorbanan serta perjuangannya Rohana melawan ketidakadilan untuk perubahan nasib kaum perempuan. Walaupun Rohana tidak bisa mendapat pendidikan secara formal namun ia rajin belajar dengan ayahnya. Keinginan dan semangat belajarnya yang tinggi membuat Rohana cepat menguasai materi yang diajarkan ayahnya dan selalu mencari kesempatan untuk mendapat pelajaran dari siapapun.

**************************************************************

Dan sebenarnya masih banyak lagi Pahlawan-pahlawan perempuan lain yang sebenarnya juga patut diperingati hari lahirnya. Tapi kenapa hanya Kartini? Padahal perjuangan pahlawan-pahlawan wanita lainnya tidak kalah (bahkan lebih) hebat dari Kartini. Jika kita mau peka membaca keadaan, sebenarnya banyak berita-berita di pelosok Negeri yang patut diperhatikan, seperti berita tentang kasus-kasus kurang “eksis” yg diperjuangkan oleh Alm. Munir "sang Pahlawan HAM", seperti:
1. kasus Araujo yang dituduh sebagai pemberontak melawan pemerintahan Indonesia untuk memerdekakan Timor timur dari Indonesia pada 1992
2. kasus Marsinah (seorang aktivis buruh) yang dibunuh oleh militer pada tahun 1994
3. Pembunuhan petani-petani di Nipah, Madura, oleh militer pada tahun 1993
4. Kasus kerusuhan di PT.Chief Samsung pada tahun 1995, dengan tuduhan pada mahasiswa dan petani di Pasuruan sebagai otaknya
5. Penasehat hukum Muhadi (sopir) yang dituduh melakukan penembakan terhadap seorang polisi di Madura, Jawa Timur pada 1994
6. Penasehat hukum para korban dan keluarga Korban Penghilangan Orang secara paksa 24 aktivis politik dan mahasiswa di Jakarta pada tahun 1997 hingga 1998
7. Penasehat hukum korban dan keluarga korban pembantaian dalam tragedi Tanjung Priok 1984 hingga 1998,
8. Penasehat hukum korban dan keluarga korban penembakan mahasiswa di Semanggi I (1998) dan Semanggi II (1999).

Perjuangan-perjuangan semacam inilah yang mengantarkan Pahlawan Hak Asasi Manusia itu pada racun arsenik yang memulangkan-nya pada Sang Pecipta.
Jika kita mau memperhatikan, ada kesamaan di jaman sekarang dan jaman ketika para pejuang itu masih hidup. Jaman sekarang, media hanya mengangkat berita yang “mereka” butuhkan, berita-berita yang mendukung tujuan “mereka”. Jika cenderung menghambat perputaran roda tujuan “mereka”, maka sebuah fakta realita yang nyata tidak perlu diangkat menjadi berita, bahkan perlu dimusnahkan. Sama halnya dengan kisah perjuangan wanita-wanita tersebut diatas, dianggap tidak perlu terlalu di-ekspos dalam sejarah karena hampir semuanya bergerak menentang Belanda, hanya seorang Kartini-lah yang bersahabat baik dengan mereka. Buku kumpulan surat-surat Kartini juga awalnya diterbitkan oleh penerbit di Negara tsb. Mengapa hanya Kartini? Mungkin karena hanya perjuangan Kartini yang “mereka” anggap aman ditunggangi untuk mencapai tujuan “mereka”.

Apakah tujuan “mereka”?
“Kecenderungan ke arah memperkecil peranan Islam dalam sejarah Kepulauan ini, sudah nyata pula, misalnya dalam tulisan-tulisan Snouck Hurgronje pada akhir abad yang lalu. Kemudian hampir semua sarjana-sarjana yang menulis selepas Hurgronje telah terpengaruh kesan pemikirannya yang meluas dan mendalam di kalangan mereka, sehingga tidak mengherankan sekiranya pengaruh itu masih berlaku sampai dewasa ini.” (Prof. Naquib al-Attas, Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu, Bandung: Mizan, 1990)
Apa hubungan Kartini dengan Snouck Hurgronje? Dalam sejumlah suratnya kepada Ny. Abendanon, Kartini memang beberapa kali menyebut nama Snouck. Tampaknya, Kartini memandang orientalis-kolonialis Belanda itu sebagai orang hebat yang sangat pakar dalam soal Islam. Dalam suratnya kepada Ny. Abendanon tertanggal 18 Februari 1902, Kartini menulis:
”Salam, Bidadariku yang manis dan baik!... Masih ada lagi suatu permintaan penting yang hendak saya ajukan kepada Nyonya. Apabila Nyonya bertemu dengan teman Nyonya Dr. Snouck Hurgronje, sudikah Nyonya bertanya kepada beliau tentang hal berikut: ”Apakah dalam agama Islam juga ada hukum akil balig seperti yang terdapat dalam undang-undang bangsa Barat?” Ataukah sebaiknya saya memberanikan diri langsung bertanya kepada beliau? Saya ingin sekali mengetahui sesuatu tentang hak dan kewajiban perempuan Islam serta anak perempuannya.” (Kartini: Surat-surat kepada Ny. R.M. Abendanon-Mandri dan Suaminya, penerjemah: Sulastin Sutrisno, Jakarta: Penerbit Djambatan, 2000, hal. 234-235)

Siapakah Snouck Hurgonje?
P.SJ. Van Koningsveld memaparkan sosok dan kiprah Snouck Hurgronye dalam upaya membantu penjajah Belanda untuk ’menaklukkan Islam’. Mengikuti jejak orientalis Yahudi, Ignaz Goldziher, yang menjadi murid para Syaikh al-Azhar Kairo, Snouck sampai merasa perlu untuk menyatakan diri sebagai seorang muslim (1885) dan mengganti nama menjadi Abdul Ghaffar. Dengan itu dia bisa diterima menjadi murid para ulama Mekkah. Posisi dan pengalaman ini nantinya memudahkan langkah Snouck dalam menembus daerah-daerah Muslim di berbagai wilayah di Indonesia. (Snouck Hurgronje en Islam, terjemahan Snouck Hurgronje dan Islam, Girimukti Pusaka, 1989)
Menurut Van Koningsveld, pemerintah kolonial mengerti benar sepak terjang Snouck dalam ’penyamarannya’ sebagai Muslim. Snouck dianggap oleh banyak kaum Muslim di Nusantara ini sebagai ’ulama’. Bahkan ada yang menyebutnya sebagai ‘Mufti Hindia Belanda’. Juga ada yang memanggilnya ‘Syaikhul Islam Jawa’. Padahal, Snouck sendiri menulis tentang Islam: ”Sesungguhnya agama ini meskipun cocok untuk membiasakan ketertiban kepada orang-orang biadab, tetapi tidak dapat berdamai dengan peradaban modern, kecuali dengan suatu perubahan radikal, namun tidak sesuatu pun memberi kita hak untuk mengharapkannya.” (hal. 116)
Buah dari utilisasi “mereka” terhadap perjuangan Kartini dapat terlihat dari terdistorsi-nya pemahaman emansipasi wanita dan kesetaraan gender pada masa sekarang ini. Perempuan-perempuan jaman sekarang sibuk menggembor-gemborkan emansipasi wanita dan kesetaraan gender terhadap kaum pria tanpa mengetahui hakikat dasar dari apa yang Kartini perjuangkan. Bisa klik link ini untuk lihat contohnya http://www.kaskus.us/showthread.php?t=3208100 .
Perkataan lelaki di bus TransJakarta itu selaras dengan apa yg Rohana Kudus katakan:
“Perputaran zaman tidak akan pernah membuat perempuan menyamai laki-laki. Perempuan tetaplah perempuan dengan segala kemampuan dan kewajibanya. Yang harus berubah adalah perempuan harus mendapat pendidikan dan perlakukan yang lebih baik. Perempuan harus sehat jasmani dan rohani, berakhlak dan berbudi pekerti luhur, taat beribadah yang kesemuanya hanya akan terpenuhi dengan mempunyai ilmu pengetahuan”.
************************************************************
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang BERFIKIR.”
(Q.S Ar-Ruum: 30)

Saudaraku sesama umat manusia..
Tanda itu tidak datang langsung ke hadapan kita, tidak dibisikan langsung ke telinga kita, tapi tanda-tanda itu harus dibaca dengan seksama.
Al-Qur’an = Qara’a – Yaqra’u – Iqra’= bacalah!
Marilah kita membaca dengan Hati ..

Note ini bukan dimaksudkan untuk mengedepankan satu Agama dan mengesampingkan Agama yang lain. Bukan juga untuk mengangkat perbedaan untuk diributkan, karena perbedaan itu bukan untuk diributkan, tapi untuk dikelola bersama-sama agar menjadi hal yang menguntungkan bagi seluruh penduduk ALAM SEMESTA yang dicintai Allah.
Sebenernya waktu sekolah dulu nilai sejarah saya dapet 5, jadi tolong...
CMIIW.


Pamulang, 25.04.2010
jelitaNDEN.

 

Suggested links
http://www.facebook.com/note.php?note_id=194033615294
http://www.facebook.com/note.php?note_id=249826625294
http://yossyrahadian.wordpress.com/2008/06/30/peringatan-dari-pemberontak-illuminati/